Senin, 18 Januari 2016

Mampukah aku ?


            Point utama yang akan saya paparkan di sini adalah kata “guru”. Suatu kata yang mudah untuk disebut dan dilafalkan tapi terkandung banyak makna dan juga tidak sedikit beban yang harus diemban. Guru dalam bahasa Sanskerta secara harfiah artinya “berat”. Yakni seorang pengajar ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

            Berdasarkan penjelasan diatas, banyak dikhalayak masyarakat kita hanya memaknai bahwa seorang guru itu adalah orang yang mengajar di sekolah sekolah formal. Mereka hanya berpatokan guru-sekolah, sekolah –guru. Tapi itu semua kurang tepat. Karena mengapa? Mari kia buka minda, kita ubah persepsi kita, bahwa setiap orang yang mentransfer ilmu kepada kita, baik itu pengetahuan umum, agama, adab sopan santun, memberikan ilmu baru dan sebagainya maka itulah guru kita. Tak jauh-jauh lagi, orang tua juga mengandung arti lebih disini, yakni mendapat gelaran guru pertama di hati anak-anak. Guru juga tidak mengenal usia. Tugas guru mendidik. Tugas anak mematuhi dan mengikuti serta wajib menghormati guru.

            Ada sekolah, ada guru dan  ada siswa. Tiga elemen ini merupakan suatu ikatan yang tidak bisa dipisahkan dan saling ketergantungan. Dan itu merupakan suatu hal yang fundamental. Kita sebagai guru juga harus banyak belajar, bukan hanya belajar kepada suatu pelajaran yang kita emban, tapi ada tambahannya yakni belajar sabar, mengalah  bukan berarti kalah, belajar untuk menahan diri dari amarah serta bisa mengendalikan emosi ketika kita dihadang oleh tindak tanduk siswa yang beraneka ragam. Guru, tantangannya bukan hanya untuk mentransfer ilmu, tapi kita harus menjadi tauladan bagi peserta didik.

        Ditambah lagi sekarang, sekolah semakin banyak. Ada sekolah formal, agama/pesantren dan ada juga sekolah yang berbasis pesantren.  Di sini sedikit saya akan menyinggung tentang sekolah pesantren / sekolah berasrama. Kadang banyak orang tua siswa menganggap bahwa pesantren itu adalah bengkel, mereka beranggapan bahwa setelah anaknya pulang dari pesantren anak nya harus baik, pintar, hafal quran dan lain sebagainya. Bahkan ada sebagian orang tua menyatakan bahwa mereka mengantarkan anaknya karena mereka selalu liar dirumah dan orang tua merasa aman. Yach... saya menilai bahwa orang tua yang seperti itu adalah orang tua yang belum memiliki niat yang ikhlas untuk menyekolahkan anaknya. Dan sebagian anak menjadikan pesantren sebagai pelarian dan sebagainya. Jadi mulai dari sekorang diharapkan kepada orang tua dan masyarakat, tolong perbarui niatnya.  Niatkan menyekolahkan anak nya  niat yang ikhlas semata-mata karena Allah swt.   Dan sebagai guru kita juga harus memperbarui niat, Insyaallah syurga menanti kehadiran  kita, karena Allah tidak akan pandang sebelah mata terhadap hambbanya yang ikhlas dan sabar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar